Selasa, 05 November 2013

Takdir

TAKDIR

بسْـــــــــــــــــــــــــمِ اللَّـــــــــــــــــهِ
الرَّحْـــــــــمَنِ الرَّحــــــــــــــــيمِ

Takdir

Lauh Mahfudz digambarkan sebagai kitab yang terpelihara, didalamnya berisi apapun juga. Ulama2 bilang bahwa semua kejadian telah tertulis di dalam Lauh Mahfudz. Banyak manusia yang menjadi pasif, karena salah dalam memahami masalah takdir.

Untuk masalah Lauh Mahfudz ini saya jabarkan dalam bentuk perumpamaan yang sederhana : “Seorang guru sedang mengajar di kelasnya, ada salah satu muridnya yang terkenal nakal. Sudah nakal, jarang masuk sekolah, tidak cerdas, dll. Guru ini kemudian menulis di buku catatannya bahwa muridnya ini akan tidak naik kelas pada waktu akhir tahun ajaran. (dengan melihat sebab-sebabnya)“

Begitu juga dengan Dia, Dia Maha Tahu, Dia menulis sesuatu di dalam Lauh Mahfudz karena pengetahuanNya yang Maha Luas (dan tanpa kedzaliman sedikit pun).
Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai. (QS. 21:23).

Akan tetapi tiap manusia ada bakatnya masing-masing. Misalkan manusia menciptakan mobil F1 (dgn kecepatan 300 km/jam) dan menciptakan Bajaj (dgn kecepatan 50 km/jam). Manusia juga begitu, ada yang sekelas F1 dan ada juga yang sekelas Bajaj. Sebagai manusia, kita hanya diwajibkan untuk mencapai kecepatan tertinggi, dengan menekan pedal gas kencang-kencang. Nggak peduli apakah kita sekelas mobil F1 atau Bajaj, yang penting kita telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa):”Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. (QS. 2:286)

Tetapi ada juga manusia yang protes. Enak yang F1 dong daripada bajaj, enak yang kaya dong daripada miskin, dll. Sahabat nabi Abu Bakar hartanya kalah jauh dibanding dengan Umar Bin Khatab. Pada waktu perjuangan dengan nabi, Abu Bakar menyerahkan seluruh hartanya sedangkan Umar Bin Khatab menyerahkan separoh hartanya. Walaupun secara kuantitas, jumlah yang disumbangkan Umar lebih banyak dari Abu Bakar akan tetapi Nabi memuji Abu Bakar lebih dibanding Umar. Karena Allah melihat prosentasenya, bukan jumlahnya.

Prosentase berbanding lurus dengan tawakal/rasa berserah diri seseorang dengan Tuhannya. Disini terlihat bahwa Dia Maha Adil. Ada point penting dalam masalah amal sholeh. Amal yang kita lakukan ini sebenarnya bertujuan untuk mengosongkan diri kita. Semakin kosong diri kita, maka semakin dekatlah kita kepadaNya. Apabila di dalam beramal, kita masih ada bayangan mengenai pahala, surga, dll. Maka amal ini menurut saya bukan malah mengosongkan diri kita. Karena hal ini telah melenceng dari tauhid.

Inni anna amanna ( Saya dan anda semuanya tidak ada apa-apanya)
Laailaahaillallah anta subhanaka inni kuntum minal dzaalimin (Engkau Maha Suci, sesungguhnya aku ini hambamu yang dzalim)
Salam terakhir di dalam sholat (saya asalnya tidak ada, dan akan menjadi tidak ada)

Semoga bermanfaat

0 komentar:

Posting Komentar