Beberapa Contoh Tentang Setia Dan Memusuhi Karena Allah
Kitab Tauhid 1
oleh: Dr.Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al fauzan
Beberapa Contoh Tentang Setia Dan Memusuhi Karena Allah
1. Sikap Nabi Ibrahim Alaihissalam dan pengikutnya terhadap kaumnya yang kafir.
Allah
Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya telah ada suri tauladan
yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia;
ketika mereka berkata kepada kaum mereka: 'Sesungguhnya kami berlepas
diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari
(kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja'."
(Al-Mutahanah: 4)
Imam Ibnu Katsir
berkata, "Allah Subhannahu wa Ta'ala berkata kepada hamba-hambaNya yang
mukmin yang diperintahkanNya untuk memerangi, memusuhi dan menjauhi
orang-orang kafir, "Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik
bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia", maksudnya
adalah pengikut-pengikutnya yang mukmin. "Ketika mereka berkata kepada
kaum mereka, 'Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa
yang kamu sembah selain Allah'," maksudnya, kami melepaskan diri dari
kalian dan dari tuhan-tuhan yang kalian sembah selain Allah.
"Kami
ingkari (kekafiran) mu", maksudnya dien-mu dan jalanmu. "Dan telah
nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat
selama-lamanya", maksudnya telah disyari'atkan permusuhan dan kebencian
-mulai dari sekarang- antara kami dan kalian selama kalian tetap kafir.
Maka selamanya kami berlepas diri dari kalian serta membenci kalian.
"Sampai
kamu beriman kepada Allah saja", maksudnya sampai kalian mentauhidkan
Allah semata, tanpa syirik dan membuang semua tuhan yang kalian sembah
bersamaNya. Maka ayat tersebut menunjukkan bahwa al-wala' wal bara'
ada-lah ajaran Nabi Ibrahim, yang kita diperintahkan untuk mengikutinya.
Allah
menceritakan hal tersebut agar kita mencontohnya. Dia berfirman, "Telah
terdapat bagimu teladan yang baik." Dan pada penutup ayat, Allah
Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim
dan umatnya) ada tela-dan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang
mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan
barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang
Mahakaya lagi terpuji." (Al-Mumtahanah: 6)
2. Sikap orang-orang Anshar Terhadap Saudara-sauda-ranya dari Kaum Muhajirin.
Allah
Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Dan orang-orang yang telah menempati
Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka
(Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan
mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang
diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka
memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari
kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Al-Hasyr: 9)
Maksudnya,
orang-orang yang tinggal di Darul Hijrah, yaitu Madinah, sebelum kaum
Muhajirin, dan kebanyakan mereka beriman sebelum Muhajirin, mereka
mencintai dan menyayangi orang-orang yang berhijrah kepada mereka,
karena kemuliaan dan keagungan jiwa mereka, dengan membagikan harta
benda mereka tanpa merasa iri terhadap keutamaan yang diberikan kepada
Muhajirin daripada diri mereka sendiri, sekalipun mereka sendiri juga
sangat membutuhkan. Ini adalah puncak itsar (mengutamakan saudara) dan
wala' kepada Allah terhadap para penolong Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Salam.
3. Sikap Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul terhadap kemunafikan ayahnya yang berkata dalam salah satu pertempuran.
"Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya." (Al-Munafiqun: 8)
Dia
menginginkan al-a'azzu (orang yang kuat) adalah dirinya sedangkan
al-adzallu (yang lemah) adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam .
Ia mengancam akan mengusir Rasulullah dari Madinah. Maka ketika hal itu
didengar oleh anaknya, Abdullah, seorang mukmin yang taat dan jujur,
dan dia mendengar bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ingin
membunuh ayahnya yang mengucapkan kata-kata penghinaan tersebut, juga
kata-kata lainnya, maka Abdullah menemui Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Salam dan berkata, 'Wahai Rasulullah, saya mendengar bahwa anda ingin
membunuh Abdullah bin Ubay, ayah saya. Jika anda benar-benar ingin
melakukannya, maka saya bersedia membawa kepalanya kepada anda". Maka
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, "Bahkan kita akan
bergaul dan bersikap baik kepadanya selama dia tinggal bersama kita."
Maka
tatkala Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan para sahabat
kembali pulang ke Madinah, Abdullah bin Abdullah berdiri menghadang di
pintu kota Madinah dengan menghunus pedangnya. Orang-orang pun berjalan
melewatinya. Maka ketika ayahnya lewat, ia berkata kepada ayahnya,
"Mundur!" Ayahnya bertanya keheranan, "Ada apa ini, jangan kurang ajar
kamu!" Maka ia menjawab, "Demi Allah, jangan melewati tempat ini sebelum
Rasulullah mengizinkanmu, karena beliau adalah al-aziz (yang mulia) dan
engkau adalah adz-dzalil (yang hina)."
Maka
ketika Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam datang padahal beliau
berada di pasukan bagian belakang, Abdullah bin Ubay mengadukan anaknya
kepada beliau. Anaknya, Abdullah berkata, "Demi Allah wahai Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam , dia tidak boleh memasuki kota sebelum
Anda mengizinkannya." Maka Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pun
mengizinkannya, lalu Abdullah berkata, "Karena Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam mengizinkan maka lewatlah sekarang."
0 komentar:
Posting Komentar