Disebutkan,
pada tahun pertama pemerintahannya Syarif Hidayatullah berkunjung ke
Pajajaran untuk mengunjungi kakeknya yaitu Prabu Siliwangi. Sang Prabu
diajak masuk Islam kembali tetapi tidak mau. Meski Prabu Siliwangi tidak
mau masuk Islam, dia tidak menghalangi cucunya menyiarkan agama Islam
di wilayah Pajajaran.
Syarif Hidayatullah kemudian melanjutkan perjalanannya ke Serang.
Penduduk Serang sudah ada yang masuk Islam dikarenakan banyaknya
saudagar dari Arab dan Gujarat yang sering singgah ke tempat itu.
Kedatangan Syarif Hidayatullah disambut baik oleh Adipati Banten. Bahkan
Syarif Hidayatullah dijodohkan dengan puteri Adipati Banten yang
bernama Nyi Kawungten. Dari perkawinannya inilah kemudian Syarif
Hidayatullah dikaruniai dua orang putera yaitu Nyi Ratu Winaon dan
Pangeran Sebakingking. Dalam menyebarkan agama Islam di tanah jawa,
Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati tidak bekerja sendirian,
beliau sering bermusyawarah dengan anggota para wali lainnya di mesjid
Demak. Bahkan disebutkan beliau juga membantu berdirinya mesjid Demak.
Dari pergaulannya dengan Sultan Demak dan para wali lainnya ini
akhirnya Syarif Hidayatullah mendirikan Kesultanan Pakungwati dan ia
memploklamirkan diri sebagai raja yang pertama dengan gelar Sultan.
Dengan berdirinya Kesultanan tersebut Cirebon tidak lagi mengirim upeti
kepada Pajajaran yang biasanya disalurkan lewat Kadipaten Galuh.
Dengan bergabungnya prajurit dan perwira pilihan ke Cirebon maka
makin bertambah besarlah pengaruh Kesultanan Pakungwati. Daerah-daerah
lain seperti: Surakanta, Japura, Wanagiri, Telaga dan lain-lain
menyatakan diri menjadi wilayah Keslutanan Cirebon. Lebih-lebih dengan
diperluasnya Pelabuhan Muara Jati, makin bertambah besarlah Kasultanan
Cirebon. Banyak pedagang besar dari negeri asing datang menjalin
persahabatan. Diantaranya dari negeri Tiongkok. Salah seorang keluarga
istana Cirebon kawin dengan pembesar dari negeri Cina yang berkunjung ke
Cirebon yaitu Ma Huan. Maka jalinan antara Cirebon dan negeri Cina
makin erat.
Bahkan Sunan Gunung Jati pernah diundang ke negeri Cina dan kawin
dengan puteri Kaisar Cina bernama puteri Ong Tien. Kaisar Cina pada saat
itu dari dinasti Ming juga beragama Islam. Dengan perkawinan itu sang
Kaisar ingin menjalin erat hubungan baik antara Cirebon dan negeri Cina,
hal ini ternyata menguntungkan bangsa Cina untuk dimanfaatkan dalam
dunia perdagangan.
Sesudah kawin dengan Sunan Gunung Jati, puteri Ong Tien diganti
namanya menjadi Nyi Ratu Rara Semanding. Kaisar ayah puteri Ong Tien ini
membekali puterinya dengan harta benda yang tidak sedikit. Sebagian
besar barang-barang peninggalan puteri Ong Tien yang dibawa dari negeri
Cina itu sampai sekarang masih ada dan tersimpan di tempat yang aman.
Istana dan Mesjid Cirebon kemudian dihiasi lagi dengan motif-motif
hiasan dinding dari negeri Cina.
Mesjid Agung Sang Ciptarasa dibangun pada tahun 1980 atas prakarsa
Nyi Ratu Pakungwati atau isteri Sunan Gunung Jati. Dari pembangunan
mesjid itu melibatkan banyak pihak, diantaranya Wali Songo dan sejumlah
tenaga ahli yang dikirim oleh Raden Patah. Dalam pembangunan itu Sunan
Kalijaga mendapat penghormatan untuk mendirikan Soko Tatal sebagai
lambang persatuan umat. Selesai membangun mesjid, diteruskan dengan
membangun jalan raya yang menhubungkan Cirebon dengan daerah-daerah
Kadipaten lainnya untuk memperluas pengembangan Islam diseluruh tanah
pasundan. Prabu Siliwangi hanya bisa menahan diri atas perkembangan
wilayah Cirebon yang semakin luas itu. Bahkan wilayah Pajajaran sendiri
sudah semakin terhimpit.
Pathak Warak menyumpah-nyumpah, hatinya marah sekali diperlakukan
seperti itu. Apalagi dilihatnya para tamu undangan menertawakan
kekonyolan itu, diapun semakin malu. Hampir saja Roroyono ditamparnya
kalau tidak ingat bahwa gadis itu adalah puteri gurunya.
Pada tahun 1511 Malaka diduduki oleh bangsa Portugis. Selanjutnya
mereka ingin memperluas kekuasaannya ke pulau jawa. Pelabuhan sunda
kelapa yang jadi incaran mereka untuk menancapkan kuku penjajahan. Demak
Bintoro tahu bahaya besar yang mengancam kepulauan nusantara. Oleh
karena itu Raden Patah mengirim adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor
untuk menyerang Portugis di Malaka. Ada salah seorang pejuang Malaka
yang ikut ke tanah jawa yaitu Fatahillah. Ia bermaksud meneruskan
perjuangannya di tanah jawa. Dan dimasa Sultan Trenggana ia diangkat
menjadi panglima perang.
Pengalaman adalah guru yang terbaik, dari pengalamannya bertempur di
Malaka tahulah Fatahillah titik-titik lemah tentara dan siasat Portugis.
Itu sebabnya dia dapat memberi komando dengan tepat dan setiap serangan
Demak-Cirebon selalu membawa hasil gemilang. Akhirnya Portugis dan
Pajajaran kalah, Portugis kembali ke Malaka, sedang tentara Pajajaran
cerai berai tak menentuk arahnya.
Selanjutnya Fatahillah ditugaskan mengamankan Banten dari gangguan
para pemberontak yaitu sisa-sisa pasukan Pajajaran. Usaha ini tidak
menemui kesulitan karena Fatahillah dibantu putera Sunan Gunung Jati
yang bernama Pangeran Sebakingking. Dikemudian hari Pangeran
Sebakingking ini menjadi penguasa Banten dengan gelar Pangeran
Hasanuddin.
Kurang lebih sekitar tahun 1479, Sunan Gunung Jati pergi ke daratan
Cina dan tinggal didaerah Nan King. Di sana ia digelari dengan sebutan Maulana Insanul Kamil.
Daratan Cina sejak lama dikenal sebagai gudangnya ilmu pengobatan,
maka disanalah Sunan Gunung Jati juga berdakwah dengan jalan
memanfaatkan ilmu pengobatan. Beliau menguasai ilmu pengobatan
tradisional. Disamping itu , pada setiap gerakan fisik dari ibadah
Sholat sebenarnya merupakan gerakan ringan dari terapi pijat atau
akupuntur, terutama bila seseorang mau mendirikan Sholat dengan baik,
benar lengkap dengan amalan sunah dan tuma’ninahnya. Dengan mengajak
masyarakat Cina agar tidak makan daging babi yang mengandung cacing
pita, dan giat mendirikan sholat lima waktu, maka orang yang berobat
kepada Sunan Gunung Jati banyak yang sembuh sehingga nama Gunung Jati
menjadi terkenal di seluruh daratan Cina.
Di negeri naga itu Sunan Gunung Jati berkenalan dengan Jenderal Ceng
Ho dan sekretaris kerajaan bernama Ma Huan, serta Feis Hsin, ketiga
orang ini sudah masuk Islam. Pada suatu ketika Sunan Gunung Jati
berkunjung ke hadapan kaisar Hong Gie, pengganti kaisar Yung Lo dengan
puteri kaisar yang bernama Ong Tien. Menurut versi lain yang mirip
sebuah legenda, sebenarnya kedatangan Sunan Gunung Jati di negeri Cina
adalah karena tidak sengaja. Pada suatu malam, beliau hendak
melaksanakan sholat tahajjud. Beliau hendak sholat di rumah tetapi tidak
khusu’ lalu beliau sholat di mesjid, di mesjid juga belum khusu’.
Beliau heran padahal bagi para wali, sholat tahajjud itu adalah
kewajiban yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kemudian Sunan
Gunung Jati sholat diatas perahu dengan khusu’. Bahkan dapat tidur
dengan nyenyak setelah sholat dan berdo’a.
Ketika beliau terbangun beliau merasa kaget. Daratan pulau jawa tidak
nampak lagi. Tanpa sepengetahuannya beliau telah dihanyutkan ombak
hingga sampai ke negeri Cina. Di negeri Cina beliau membuka praktek
pengobatan. Pendudu Cina yang berobat disuruhnya melaksanakan sholat.
Setelah mengerjakan sholat mereka sembuh. Makin hari namanya makin
terkenal, beliau dianggap sebagai sinshe yang berkepandaian tinggi
terdengar oleh kaisar. Sunan Gunung Jati dipanggil keistana, kaisar
hendak menguji kepandaian Sunan Gunung Jati sebagai tabib dia pasti
dapat mengetahui mana seorang yang hamil muda atau belum hamil.
Dua orang puteri kaisar disuruh maju. Seorang diantara mereka sudah
bersuami dan sedang hamil muda atau baru dua bulan. Sedang yang seorang
lagi masih perawan namun perutnya diganjal dengan bantal sehingga nampak
seperti orang hamil. Sementara yang benar-benar hamil perutnya masih
kelihatan kecil sehingga nampak seperti orang yang belum hamil. Hai
tabib asing, mana diantara puteriku yang hamil? Tanya kaisar.
Sunan Gunung Jati diam sejenak. Ia berdoa kepada Tuhan.
Hai orang asing mengapa kau diam? Cepat kau jawab! Teriak kaisar Cina.
Dia! Jawab Sunan Gunung Jati sembari menunjuk puteri Ong Tien yang
masih Perawan. Kaisar tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban itu.
Demikiann pula seluruh balairung istana kaisar.
Namun kemudian tawa mereka terhenti, karena puteri Ong Tien menjerit keras sembari memegangi perutya.
Ayah! Saya benar-benar hamil.
Maka gemparlah seisi istana. Ternyata bantal diperut Ong Tien telah
lenyap entah kemana. Sementara perut puteri cantik itu benar-benar
membesar seperti orang hamil.
Kaisar menjadi murka. Sunan Gunung Jati diusir dari daratan Cina.
Sunan Gunung Jati menurut, hari itu juga ia pamit pulau ke pulau jawa.
Namun puteri Ong Tien ternyata terlanjur jatuh cinta kepada Sunan Gunung
Jati maka dia minta kepada ayahnya agar diperbolehkan menyusul Sunan
Gunung Jati ke pulau Jawa.
Kaisar Hong Gie akhirnya mengijinkan puterinya menyusul Sunan Gunung
Jati ke pulau Jawa. Puteri Ong Tien dibekali harta benda dan
barang-barang berharga lainnya seperti bokor, guci emas dan permata.
Puteri cantik itu dikawal oleh tiga orang pembesar kerajaan yaitu Pai Li
bang seorang menteri negara. Lie Guan Chang dan Lie Guan Hien. Pai Li
Bang adalah salah seorang murid Sunan Gunung Jati tatkala beliau
berdakwah di Cina.
Dalam pelayarannya ke pulau jawa, mereka singgah di kadipaten
Sriwijaya. Begitu mereka datang para penduduk menyambutnya dengan meriah
sekali. Mereka merasa heran.
Ada apa ini? Pai Li Bang bertanya kepada tetua masyarakat Sriwijaya.
Tetua masyarakat balik bertanya. Siapa yang bernama Pai Li Bang?
Saya sendiri, jawab Pai Li Bang.
Kontan Pai Li Bang digotong penduduk diatas tandu. Dielu-elukan
sebagai pemimpin besar. Dia dibawa ke istana Kadipaten Sriwijaya.
Setelah duduk dikursi Adipati, Pai Li Bang bertanya, sebenarnya apa yang terjadi?
Tetua masyarakat itu menerangkan. Bahwa adipati Ario Damar selaku
pemegang kekuasaan Sriwijaya telah meninggal dunia. Penduduk merasa
bingung mencari penggantinya, karena putera Ario Damar sudah menetap di
Pulau Jawa. Yaitu Raden Fatah dan Raden Hasan.
Dalam kebingungan itulah muncul Sunan Gunung Jati, beliau berpesan
bahwa sebentar lagi akan datang rombongan muridnya dari negeri Cina,
namanya Pai Li Bang. Muridnya itulah yang pantas menjadi pengganti Ario
Damar. Sebab muridnya itu adalah seorang menteri negara di negeri Cina.
Setelah berpesan begitu Sunan Gunung Jati meneruskan pelayarannya ke
pulau jawa. Pai Li Bang memang muridnya. Dia semakin kagum dengan
gurunya yang ternyata mengetahui sebelum kejadian, tahu kalau dia bakal
menyusul ke pulau jawa. Pai Li Bang tidak menolak keinginan gurunya, dia
bersedia menjadi adipati Sriwijaya. Dalam pemerintahannya Sriwijaya
maju pesat sebagai kadipaten yang paling makmur dan aman. Setelah Pai Li
Bang meninggal dunia maka nama kadipaten Sriwijaya diganti menjadi nama
kadipaten Pai Li Bang, dalam perkembangannya karena proses pengucapan
lidah orang Sriwijaya maka lama kelamaan kadipaten itu lebih dikenal
dengan sebutan Palembang hingga sekarang.
Sementara itu puteri Ong Tien meneruskan pelayarannya hingga ke pulau
jawa. Sampai di Cirebon dia mencari Sunan Gunung Jati, tapi Sunan
Gunung Jati sedang berada di Luragung. Puteri itupun menyusulnya.
Pernikahan antara puteri Ong Tien denga Sunan Gunung Jati terjadi pada
tahun 1481, tapi sayang pada tahun 1485 puteri Ong Tien meninggal dunia.
Maka jika anda berkunjung ke makam Sunan Gunung Jati di Cirebon jangan
lah merasa heran disana banyak ornamen cina dan nuansa cina lainnya.
Memang ornamen dan barang-barang antik itu berasal dari cina.
Wali songo selalu bermusyawarah apabila menghadapi suatu masalah
pelik yang berkembang di masyarakat. Termasuk kebijakan dakwah yang
mereka lakukan kepada masyarakat jawa.
Setelah menikah, puteri raja Siliwangi dan adik Pangeran
Walangsungsang itu memakai nama Syarifah Mudaim. Lara Santang dan
Walangsungsang memperdalam agama Islam di Cirebon, berguru pada Syekh
Idlofi Mahdi yang asal Baghdad. Syekh Idlofi terkenal juga dengan
sebutan Syekh Djatul Kahfi atau Syekh Nurul Jati. Setelah khatam,
keduanya disuruh ke Mekkah menunaikan ibadah haji.
Di situlah, seperti dikisahkan dalam Carita Purwakan Caruban Nagari,
mereka bertemu dengan Patih Kerajaan Mesir, Jamalullail. Patih ini
ditugasi Sultan Mesir, Syarif Abdullah, mencari calon istri yang
wajahnya mirip dengan permaisurinya yang baru meninggal. Lara Santang
kebetulan mirip, lalu diboyong ke Mesir.
Walasungsang pulang ke Jawa, kemudian jadi penguasa Nagari Caruban
Larang –cikal bakal kerajaan Cirebon. Sejak itu dia lebih dikenal dengan
sebutan Pangeran Cakrabuana. Dari perkawinan Syarif Abdullah-Syarifah
Mudaim lahir Syarif Hidayatullah, pada 1448. Dalam usia 20 tahun, Syarif
Hidayatullah pergi ke Mekah untuk memperdalam pengetahuan agama.
Selama empat tahun ia berguru kepada Syekh Tajuddin Al-Kubri dan
Syekh Ata’ullahi Sadzili. Kemudian ia ke Baghdad untuk belajar tasauf,
lalu kembali ke negerinya. Di Mesir, oleh pamannya, Raja Onkah, Syarif
Hidayatullah hendak diserahi kekuasaan. Namun Syarif menolak, dan
menyerahkan kekuasaan itu kepada adiknya, Syarif Nurullah.
Syarif Hidayatullah bersama ibunya pulang ke Cirebon, dan pada l475
tiba di Nagari Caruban Larang yang diperintah pamannya, Pangeran
Cakrabuana. Empat tahun kemudian Pangeran Cakrabuana mengalihkan
kekuasannnya kepada Syarif Hidayatullah, setelah sebelumnya menikahkan
Syarif Hidayatullah dengan putrinya, Ratu Pakungwati.
Untuk keperluan dakwah, Syarif Hidayatullah pada tahun itu juga
menikahi Ratu Kawunganten. Dari pernikahan ini, dia dikarunia dua putra,
Ratu Winahon dan Pangeran Sabangkingking. Pangeran Sabangkingking
kemudian dikenal sebagai Sultan Hasanudin, dan diangkat jadi Sultan
Banten. Ratu Winahon, yang lebih dikenal dengan sebutan Ratu Ayu,
dinikahkah dengan Fachrulllah Khan, alias Faletehan.
Sejarahwan Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat menyangsikan cerita ini.
Dalam disertasinya di Universitas Leiden, Belanda, 1913, yang berjudul
Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten, Hoesein terang-terangan
menyebutkan bahwa lawatan Syarif Hidayatullah ke negeri Cina hanya
legenda.
Tentu tak semua sepakat dengan Hoesein. Meski tak menyebut-nyebut
soal ”nujum” itu, dalam buku Sejarah Cirebon, 1990, Pangeran Soelaeman
Sulendraningrat menyebutkan Syarif Hidayatullah memang pergi ke Cina. Ia
sempat menetap di salah satu tempat di Yunan. Ia juga pernah diundang
Kaisar Hong Gie.
Kebetulan, sekretaris kerajaan pada masa itu, Ma Huan dan Feishin,
sudah memeluk Islam. Dalam pertemuan itulah Syarif Hidayatullah dan Ong
Tien saling tertarik. Kaisar tak setuju. Syarif Hidayatullah lalu
dipersonanongratakan. Tapi, kecintaan Ong Tien kepada Syarif
Hidayatullah sudah sangat mendalam.
Dia mendesak terus ayahnya agar diizinkan menyusul kekasihnya ke
Cirebon. Setelah mendapat izin, Ong Tien bertolak ke Cirebon dengan
menggunakan kapal layar kerajaan Cina. Dia dikawal Panglima Lie Guan
Cang, dengan nakhoda Lie Guan Hien. Putri membawa barang-barang berharga
dari Istana Kerajaan Cina, terutama berbagai barang keramik.
Barang-barang kuno ini kini masih terlihat di sekitar Keraton
Kasepuhan atau Kanoman, bahkan di kompleks pemakaman Gunung Sembung.
Dari Ong Tien, Syarif Hidayatullah tak beroleh anak. Putri Cina itu
keburu meninggal setelah empat tahun berumah tangga. Besar kemungkinan,
sumber yang dirujuk P.S. Sulendraningrat adalah Carita Purwaka Caruban
Nagari.
Naskah yang ditemukan pada l972 ini ditulis oleh Pangeran Arya
Cirebon pada 1720. Banyak sejarahwan menilai, kisah Syarif Hidayatullah
yang ditulis dalam kitab tersebut lebih rasional dibandingkan dengan
legenda yang berkembang di masyarakat. Belakangan diketahui, Pangeran
Arya mendasarkan penulisannya pada Pustaka Negara Kertabumi.
Naskah yang termaktub dalam kumpulan Pustaka Wangsa Kerta itu ditulis
pada 1677-1698. Naskah ini dianggap paling dekat dengan masa hidup
Syarif Hidayatullah, alias Sunan Gunung Jati. Dia lahir pada 1448, wafat
pada 1568, dan dimakamkan di Pasir Jati, bagian tertinggi ”Wukir
Saptarengga”, kompleks makam Gunung Sembung.
Carita sering dirujuk para sejarahwan kiwari untuk menjungkirbalikkan
penelitian Hoesein Djajadiningrat, yang menyimpulkan bahwa Sunan Gunung
Jati dan Faletehan sebagai orang yang sama. Berdasarkan naskah
tersebut, Sunan Gunung Jati bukan Falatehan, atau Fatahillah. Tokoh yang
lahir di Pasai, pada 1490, ini justru menantu Sunan Gunung Jati.
Tapi, apa boleh buat, pemikiran Hoesein ini berpengaruh besar dalam
penulisan sejarah Indonesia. Buku-buku sejarah Indonesia, sejak zaman
kolonial sampai Orde Baru, sering menyebut Fatahillah sebagai Sunan
Gunung Jati. Padahal, di Gunung Sembung, Astana, masing-masing tokoh itu
punya makam sendiri.
”Tak satu pun naskah asli Cirebon yang menyebutkan Sunan Gunung Jati
sama dengan Fatahillah,” kata Dadan Wildan, seperti tertulis dalam
disertasinya, Cerita Sunan Gunung Jati: Keterjalinan Antara Fiksi dan
Fakta – Suatu Kajian Pertalian Antarnaskah Isi, dan Analisa Sejarah
dalam Naskah-Naskah Tradisi Cirebon.
Dadan berhasil meraih gelar doktor ilmu sejarah dari Universitas
Padjadjaran, Bandung, September lalu. Naskah yang ditelitinya, selain
Carita Purwaka Caruban Nagari, adalah Caruban Kanda (1844), Babad Cerbon
(1877), Wawacan Sunan Gunung Jati, Sajarah Cirebon, dan Babad Tanah
Sunda –yang ditulis pertengahan abad ke-20.
Di naskah-naskah itulah bertebaran mitos kesaktian Sunan Gunung Jati,
dari cincin Nabi Sulaiman A.s sampai jubah Nabi Muhammad Saw. Tapi,
mengenai asal usul Syarif Hidayatullah, semuanya sepakat ia berdarah
biru, baik dari garis ayah maupun garis ibu. Ayahnya Sultan Mesir,
Syarif Abdullah. Ibunya adalah Nyai Lara Santang.
Disebutkan,
pada tahun pertama pemerintahannya Syarif Hidayatullah berkunjung ke
Pajajaran untuk mengunjungi kakeknya yaitu Prabu Siliwangi. Sang Prabu
diajak masuk Islam kembali tetapi tidak mau. Meski Prabu Siliwangi tidak
mau masuk Islam, dia tidak menghalangi cucunya menyiarkan agama Islam
di wilayah Pajajaran.
Syarif
Hidayatullah kemudian melanjutkan perjalanannya ke Serang. Penduduk
Serang sudah ada yang masuk Islam dikarenakan banyaknya saudagar dari
Arab dan Gujarat yang sering singgah ke tempat itu. Kedatangan Syarif
Hidayatullah disambut baik oleh Adipati Banten. Bahkan Syarif
Hidayatullah dijodohkan dengan puteri Adipati Banten yang bernama Nyi
Kawungten. Dari perkawinannya inilah kemudian Syarif Hidayatullah
dikaruniai dua orang putera yaitu Nyi Ratu Winaon dan Pangeran
Sebakingking. Dalam menyebarkan agama Islam di tanah jawa, Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati tidak bekerja sendirian, beliau
sering bermusyawarah dengan anggota para wali lainnya di mesjid Demak.
Bahkan disebutkan beliau juga membantu berdirinya mesjid Demak.
Dari
pergaulannya dengan Sultan Demak dan para wali lainnya ini akhirnya
Syarif Hidayatullah mendirikan Kesultanan Pakungwati dan ia
memploklamirkan diri sebagai raja yang pertama dengan gelar Sultan.
Dengan berdirinya Kesultanan tersebut Cirebon tidak lagi mengirim upeti
kepada Pajajaran yang biasanya disalurkan lewat Kadipaten Galuh.
Dengan
bergabungnya prajurit dan perwira pilihan ke Cirebon maka makin
bertambah besarlah pengaruh Kesultanan Pakungwati. Daerah-daerah lain
seperti: Surakanta, Japura, Wanagiri, Telaga dan lain-lain menyatakan
diri menjadi wilayah Keslutanan Cirebon. Lebih-lebih dengan diperluasnya
Pelabuhan Muara Jati, makin bertambah besarlah Kasultanan Cirebon.
Banyak pedagang besar dari negeri asing datang menjalin persahabatan.
Diantaranya dari negeri Tiongkok. Salah seorang keluarga istana Cirebon
kawin dengan pembesar dari negeri Cina yang berkunjung ke Cirebon yaitu
Ma Huan. Maka jalinan antara Cirebon dan negeri Cina makin erat.
Bahkan
Sunan Gunung Jati pernah diundang ke negeri Cina dan kawin dengan
puteri Kaisar Cina bernama puteri Ong Tien. Kaisar Cina pada saat itu
dari dinasti Ming juga beragama Islam. Dengan perkawinan itu sang Kaisar
ingin menjalin erat hubungan baik antara Cirebon dan negeri Cina, hal
ini ternyata menguntungkan bangsa Cina untuk dimanfaatkan dalam dunia
perdagangan.
Sesudah
kawin dengan Sunan Gunung Jati, puteri Ong Tien diganti namanya menjadi
Nyi Ratu Rara Semanding. Kaisar ayah puteri Ong Tien ini membekali
puterinya dengan harta benda yang tidak sedikit. Sebagian besar
barang-barang peninggalan puteri Ong Tien yang dibawa dari negeri Cina
itu sampai sekarang masih ada dan tersimpan di tempat yang aman. Istana
dan Mesjid Cirebon kemudian dihiasi lagi dengan motif-motif hiasan
dinding dari negeri Cina.
Mesjid
Agung Sang Ciptarasa dibangun pada tahun 1980 atas prakarsa Nyi Ratu
Pakungwati atau isteri Sunan Gunung Jati. Dari pembangunan mesjid itu
melibatkan banyak pihak, diantaranya Wali Songo dan sejumlah tenaga ahli
yang dikirim oleh Raden Patah. Dalam pembangunan itu Sunan Kalijaga
mendapat penghormatan untuk mendirikan Soko Tatal sebagai lambang
persatuan umat. Selesai membangun mesjid, diteruskan dengan membangun
jalan raya yang menhubungkan Cirebon dengan daerah-daerah Kadipaten
lainnya untuk memperluas pengembangan Islam diseluruh tanah pasundan.
Prabu Siliwangi hanya bisa menahan diri atas perkembangan wilayah
Cirebon yang semakin luas itu. Bahkan wilayah Pajajaran sendiri sudah
semakin terhimpit.
Pathak
Warak menyumpah-nyumpah, hatinya marah sekali diperlakukan seperti itu.
Apalagi dilihatnya para tamu undangan menertawakan kekonyolan itu,
diapun semakin malu. Hampir saja Roroyono ditamparnya kalau tidak ingat
bahwa gadis itu adalah puteri gurunya.
Pada
tahun 1511 Malaka diduduki oleh bangsa Portugis. Selanjutnya mereka
ingin memperluas kekuasaannya ke pulau jawa. Pelabuhan sunda kelapa yang
jadi incaran mereka untuk menancapkan kuku penjajahan. Demak Bintoro
tahu bahaya besar yang mengancam kepulauan nusantara. Oleh karena itu
Raden Patah mengirim adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor untuk
menyerang Portugis di Malaka. Ada salah seorang pejuang Malaka yang ikut
ke tanah jawa yaitu Fatahillah. Ia bermaksud meneruskan perjuangannya
di tanah jawa. Dan dimasa Sultan Trenggana ia diangkat menjadi panglima
perang.
Pengalaman
adalah guru yang terbaik, dari pengalamannya bertempur di Malaka
tahulah Fatahillah titik-titik lemah tentara dan siasat Portugis. Itu
sebabnya dia dapat memberi komando dengan tepat dan setiap serangan
Demak-Cirebon selalu membawa hasil gemilang. Akhirnya Portugis dan
Pajajaran kalah, Portugis kembali ke Malaka, sedang tentara Pajajaran
cerai berai tak menentuk arahnya.
Selanjutnya
Fatahillah ditugaskan mengamankan Banten dari gangguan para pemberontak
yaitu sisa-sisa pasukan Pajajaran. Usaha ini tidak menemui kesulitan
karena Fatahillah dibantu putera Sunan Gunung Jati yang bernama Pangeran
Sebakingking. Dikemudian hari Pangeran Sebakingking ini menjadi
penguasa Banten dengan gelar Pangeran Hasanuddin.
Kurang
lebih sekitar tahun 1479, Sunan Gunung Jati pergi ke daratan Cina dan
tinggal didaerah Nan King. Di sana ia digelari dengan sebutan Maulana Insanul Kamil.
Daratan
Cina sejak lama dikenal sebagai gudangnya ilmu pengobatan, maka
disanalah Sunan Gunung Jati juga berdakwah dengan jalan memanfaatkan
ilmu pengobatan. Beliau menguasai ilmu pengobatan tradisional. Disamping
itu , pada setiap gerakan fisik dari ibadah Sholat sebenarnya merupakan
gerakan ringan dari terapi pijat atau akupuntur, terutama bila
seseorang mau mendirikan Sholat dengan baik, benar lengkap dengan amalan
sunah dan tuma’ninahnya. Dengan mengajak masyarakat Cina agar tidak
makan daging babi yang mengandung cacing pita, dan giat mendirikan
sholat lima waktu, maka orang yang berobat kepada Sunan Gunung Jati
banyak yang sembuh sehingga nama Gunung Jati menjadi terkenal di seluruh
daratan Cina.
Di
negeri naga itu Sunan Gunung Jati berkenalan dengan Jenderal Ceng Ho
dan sekretaris kerajaan bernama Ma Huan, serta Feis Hsin, ketiga orang
ini sudah masuk Islam. Pada suatu ketika Sunan Gunung Jati berkunjung ke
hadapan kaisar Hong Gie, pengganti kaisar Yung Lo dengan puteri kaisar
yang bernama Ong Tien. Menurut versi lain yang mirip sebuah legenda,
sebenarnya kedatangan Sunan Gunung Jati di negeri Cina adalah karena
tidak sengaja. Pada suatu malam, beliau hendak melaksanakan sholat
tahajjud. Beliau hendak sholat di rumah tetapi tidak khusu’ lalu beliau
sholat di mesjid, di mesjid juga belum khusu’. Beliau heran padahal bagi
para wali, sholat tahajjud itu adalah kewajiban yang harus dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya. Kemudian Sunan Gunung Jati sholat diatas perahu
dengan khusu’. Bahkan dapat tidur dengan nyenyak setelah sholat dan
berdo’a.
Ketika
beliau terbangun beliau merasa kaget. Daratan pulau jawa tidak nampak
lagi. Tanpa sepengetahuannya beliau telah dihanyutkan ombak hingga
sampai ke negeri Cina. Di negeri Cina beliau membuka praktek pengobatan.
Pendudu Cina yang berobat disuruhnya melaksanakan sholat. Setelah
mengerjakan sholat mereka sembuh. Makin hari namanya makin terkenal,
beliau dianggap sebagai sinshe yang berkepandaian tinggi terdengar oleh
kaisar. Sunan Gunung Jati dipanggil keistana, kaisar hendak menguji
kepandaian Sunan Gunung Jati sebagai tabib dia pasti dapat mengetahui
mana seorang yang hamil muda atau belum hamil.
Dua
orang puteri kaisar disuruh maju. Seorang diantara mereka sudah
bersuami dan sedang hamil muda atau baru dua bulan. Sedang yang seorang
lagi masih perawan namun perutnya diganjal dengan bantal sehingga nampak
seperti orang hamil. Sementara yang benar-benar hamil perutnya masih
kelihatan kecil sehingga nampak seperti orang yang belum hamil. Hai
tabib asing, mana diantara puteriku yang hamil? Tanya kaisar.
Sunan Gunung Jati diam sejenak. Ia berdoa kepada Tuhan.
Hai orang asing mengapa kau diam? Cepat kau jawab! Teriak kaisar Cina.
Dia!
Jawab Sunan Gunung Jati sembari menunjuk puteri Ong Tien yang masih
Perawan. Kaisar tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban itu. Demikiann
pula seluruh balairung istana kaisar.
Namun kemudian tawa mereka terhenti, karena puteri Ong Tien menjerit keras sembari memegangi perutya.
Ayah! Saya benar-benar hamil.
Maka
gemparlah seisi istana. Ternyata bantal diperut Ong Tien telah lenyap
entah kemana. Sementara perut puteri cantik itu benar-benar membesar
seperti orang hamil.
Kaisar
menjadi murka. Sunan Gunung Jati diusir dari daratan Cina. Sunan Gunung
Jati menurut, hari itu juga ia pamit pulau ke pulau jawa. Namun puteri
Ong Tien ternyata terlanjur jatuh cinta kepada Sunan Gunung Jati maka
dia minta kepada ayahnya agar diperbolehkan menyusul Sunan Gunung Jati
ke pulau Jawa.
Kaisar
Hong Gie akhirnya mengijinkan puterinya menyusul Sunan Gunung Jati ke
pulau Jawa. Puteri Ong Tien dibekali harta benda dan barang-barang
berharga lainnya seperti bokor, guci emas dan permata. Puteri cantik itu
dikawal oleh tiga orang pembesar kerajaan yaitu Pai Li bang seorang
menteri negara. Lie Guan Chang dan Lie Guan Hien. Pai Li Bang adalah
salah seorang murid Sunan Gunung Jati tatkala beliau berdakwah di Cina.
Dalam
pelayarannya ke pulau jawa, mereka singgah di kadipaten Sriwijaya.
Begitu mereka datang para penduduk menyambutnya dengan meriah sekali.
Mereka merasa heran.
Ada apa ini? Pai Li Bang bertanya kepada tetua masyarakat Sriwijaya.
Tetua masyarakat balik bertanya. Siapa yang bernama Pai Li Bang?
Saya sendiri, jawab Pai Li Bang.
Kontan
Pai Li Bang digotong penduduk diatas tandu. Dielu-elukan sebagai
pemimpin besar. Dia dibawa ke istana Kadipaten Sriwijaya.
Setelah duduk dikursi Adipati, Pai Li Bang bertanya, sebenarnya apa yang terjadi?
Tetua
masyarakat itu menerangkan. Bahwa adipati Ario Damar selaku pemegang
kekuasaan Sriwijaya telah meninggal dunia. Penduduk merasa bingung
mencari penggantinya, karena putera Ario Damar sudah menetap di Pulau
Jawa. Yaitu Raden Fatah dan Raden Hasan.
Dalam
kebingungan itulah muncul Sunan Gunung Jati, beliau berpesan bahwa
sebentar lagi akan datang rombongan muridnya dari negeri Cina, namanya
Pai Li Bang. Muridnya itulah yang pantas menjadi pengganti Ario Damar.
Sebab muridnya itu adalah seorang menteri negara di negeri Cina.
Setelah
berpesan begitu Sunan Gunung Jati meneruskan pelayarannya ke pulau
jawa. Pai Li Bang memang muridnya. Dia semakin kagum dengan gurunya yang
ternyata mengetahui sebelum kejadian, tahu kalau dia bakal menyusul ke
pulau jawa. Pai Li Bang tidak menolak keinginan gurunya, dia bersedia
menjadi adipati Sriwijaya. Dalam pemerintahannya Sriwijaya maju pesat
sebagai kadipaten yang paling makmur dan aman. Setelah Pai Li Bang
meninggal dunia maka nama kadipaten Sriwijaya diganti menjadi nama
kadipaten Pai Li Bang, dalam perkembangannya karena proses pengucapan
lidah orang Sriwijaya maka lama kelamaan kadipaten itu lebih dikenal
dengan sebutan Palembang hingga sekarang.
Sementara
itu puteri Ong Tien meneruskan pelayarannya hingga ke pulau jawa.
Sampai di Cirebon dia mencari Sunan Gunung Jati, tapi Sunan Gunung Jati
sedang berada di Luragung. Puteri itupun menyusulnya. Pernikahan antara
puteri Ong Tien denga Sunan Gunung Jati terjadi pada tahun 1481, tapi
sayang pada tahun 1485 puteri Ong Tien meninggal dunia. Maka jika anda
berkunjung ke makam Sunan Gunung Jati di Cirebon jangan lah merasa heran
disana banyak ornamen cina dan nuansa cina lainnya. Memang ornamen dan
barang-barang antik itu berasal dari cina.
Wali songo selalu bermusyawarah apabila menghadapi suatu masalah
pelik yang berkembang di masyarakat. Termasuk kebijakan dakwah yang
mereka lakukan kepada ma
0 komentar:
Posting Komentar