Bissmillahirrahmanirrahiim
Ilmu Hati ( Ilmu Tarekat )
--------------
Hati memegang peranan penting bagi manusia. Baik dan buruknya seseorang ditentukan oleh hati sebagaimana Hadis Nabi:
...اَلاَوَاِنَّ
فِى الْجَسَدِ مُدْغَةً اِذَاصَلُحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ
وَاِذَافَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ آلآوَهِيَ الْقَلْبُ
“Ingatlah
bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal darah, bila ia telah baik maka
baiklah sekalian badan.Dan bila ia rusak, maka rusaklah sekalian badan.
Dan bila ia rusak maka binasalah sekalian badan, itulah yang dikatakan
hati”.
Demikianlah pentingnya peranan hati bagi manusia, oleh sebab itu manusia
wajib menjaga kesucian hatinya. Adapun yang menjadi penyebab kotornya
hati manusia itu adalah disebabkan berbagai penyakit yang terdapat
padanya sebagaimana dijelaskan oleh firman Allah:
فِى قُلُوْبِهِمْ مَرَضٌ
“Di dalam hati mereka ada penyakit”. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 10)
Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin terdapat 6666 ayat Al-Qur’an dan 6666
urat di dalam tubuh manusia, demikian halnya dengan hati manusia, ada
6666 penyakit di dalam hati manusia. Dari sekian banyak penyakit yang
ada di dalam hati manusia, ada beberapa penyakit hati yang paling
berbahaya, di antaranya: hawa nafsu, cinta dunia, loba, tamak, rakus,
pemarah, pengiri, dendam, hasad, munafiq, ria, ujub, takabbur. Jadi bila
tidak diobati, maka sambungan ayat mengatakan:
فَزَادَهُمُ اللهُ مَرَضًا
“Lalu ditambah Allah penyakitnya”. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 10)
Demikianlah bahayanya apabila manusia itu tidak segera membersihkan
hatinya, maka Allah akan terus menambah penyakitnya. Oleh sebab itu
kewajiban pertama bagi manusia adalah terlebih dahulu ia harus
mensucikan hatinya sebagaimana firman Allah:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّ
“Beruntunglah orang yang mensucikan hatinya dan mengingat Tuhan-Nya, maka didirikannya sembanhyang”. (Q.S. 87 Al-A’la: 14-15)
Dari penjelasan surah Al-A’la di ayat 14 dan 15 di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa ada tiga kewajiban yang dibebankan oleh Allah kepada
manusia:
1. Kewajiban Mensucikan Hati
Di
dalam surah Al-A’la ayat 14 Allah menyatakan bahwa orang-orang yang
telah mensucikan hatinya sesungguhnya telah memperoleh keberuntungan.
Lalu dibenak kita timbul beberapa pertanyaan:
- Apa yang dimaksud dengan hati yang bersih?
- Bagaimana cara membersihkan hati?
- Mengapa orang yang mensucikan hatinya disebut orang yang beruntung?
- Apa keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya?
Pertama, apa
yang dimaksud dengan hati yang bersih? Menurut Syekh Muda ahmad Arifin
yang dimaksud dengan hati yang bersih yaitu tidak ada di dalam hati itu
selain Allah. Artinya seseorang yang disebut hatinya bersih adalah orang
yang senantiasa selalu mengingat Allah. Itulah sebabnya para sufi
berkata:
قَلْبُ الْمُؤْمِنِيْنَ بَيْتُ اللهُ
“Hati orang mukmin itu adalah rumah Allah”.
Kedua, bagaimana
cara membersihkan hati? Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin satu-satunya
cara membersihkan hati yaitu dengan mempelajari ilmu hati. Ilmu hati ini
lazim disebut dengan beberapa nama di antaranya: ilmu batin, ilmu
hakikat, ilmu tarekat. Menurutnya tujuan mempelajari ilmu hati adalah
untuk mengenal Allah, sebab hati merupakan sarana yang telah ditetapkan
oleh Allah untuk dapat menyaksikan-Nya sebagaimana firman Allah:
مَاكَذَبَ الْفُؤَادُ مَارَآى
“Tidak dusta apa yang telah dilihat oleh mata hati”. (Q.S. An-Najm: 11)
Jadi hanya dengan mempelajari ilmu hatilah kita baru dapat mengenal
Allah. Apabila kita telah dapat mengenal Allah, barulah kita dapat
mengingat-Nya. Dan mengingat Allah merupakan satu-satunya cara untuk
membersihkan hati sebagaimana Hadis Nabi:
لِكُلِّ شَيْءٍ صَقَلَةٌ وَصَقَلَةُ الْقَلْبُ ذِكْرُاللهُ
“Segala sesuatu ada alat pembersihnya dan alat pembersih hati yaitu mengingat Allah”.
Ketiga, mengapa
orang yang mensucikan hatinya disebut orang yang beruntung? Menurut
Syekh Ahmad Arifin penyebab Allah menyebut orang-orang yang telah
mensucikan hatinya sebagai orang-orang yang beruntung adalah disebabkan
karena sesungguhnya hanya orang-orang yang telah mensucikan hatinyalah
yang dapat mengenal Allah. Menurut al-Ghazali hati manusia berfungsi
sebagai cermin yang hanya bisa menangkap cahaya ghaib (Allah) apabila
tida tertutup oleh kotoran-kotoran keduniaan. Sesungguhnya hanya
orang-orang yang telah mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah
dan merekalah yang disebut sebagai orang-orang yang beruntung.
Keempat, apa
keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya?
Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin keuntungan yang diperoleh oleh orang
yang telah mensucikan hatinya adalah dapat mengenal Tuhannya. Itulah
sebabnya Allah berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّهَا
“Beruntunglah orang yang telah mensucikan hatinya dan merugilah orang yang telah mengotorinya”. (Q.S. 91 As-Syamsi: 9-10)
Itulah sebabnya pada ayat di atas Allah memuji orang-orang yang telah
mensucikan hatinya, sebab hanya orang-orang yang telah mensucikan
hatinya yang dapat mengenal Allah. Adapun orang-orang yang mengotorinya
adalah orang-orang yang merugi, karena sesungguhnya orang-orang yang
hatinya kotor tidak akan pernah dapat mengenal Tuhannya.
2. Kewajiban Mengingat Allah
Kewajiban yang kedua adalah mengingat Allah, sebab mustahil kita dapat
mengingat Allah kalau kita belum mengenal-Nya dan mustahil kita dapat
mengenal-Nya kalau kita belum pernah berjumpa. Dan mustahil kita dapat
berjumpa dengan Allah tanpa terlebih dahulu menyertakan diri dan belajar
kepada orang yang telah dapat beserta Allah. Itulah sebabnya Nabi
memerinthakan kepada kita agar menyertakan diri kepada orang yang telah
serta Allah sebagaimana sabda Nabi:
كُنْ مَعَ اللهُ وَاِنْ لَمْ تَكُنْ مَعَ اللهِ فَكُنْ مَعَ مَنْ كَانَ مَعَ اللهِ فَإِنَّهُ يُوْصِلُكَ اِلَى اللهِ
“Sertakanlah
kepada Allah, apabila kamu tidak dapat beserta Allah maka sertakanlah
dirimu kepada orang yang telah serta Allah, maka ia akan mengenalkan
kamu kepada Allah”.
Berdasarkan Hadis di atas, maka kewajiban pertama bagi manusia adalah mencari guru (wasilah)
agar ia dapat memperoleh pengenalan kepada Tuhannya. Setelah manusia
itu dapat mengenal Allah maka kewajiban kedua baginya adalah mengingat
Tuhan-Nya.
3. Kewajiban Mengerjakan Shalat
Shalat merupakan tiang agama yang dilaksanakan apabila kita telah
melaksanakan kewajiban pertama dan kedua, sebab tujuan shalat adalah
untuk mengingat-Nya sebagaimana firman Allah:
اِنَّنِى أَنَااللهُ لاَإِلَهَ اِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِى وَأَقِمِ الصَّلَوةَ لَذِكْرِى
“Sesungguhnya Aku inilah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Q.S. 20 Thaha: 14)
Firman Allah di atas senada dengan firman Allah pada surat
Al-A’la ayat 14 dan 15 yang telah diuraikan sebelumnya. Untuk
mengetahui secara jelas persamaan makna yang terdapat pada kedua ayat
tersebut penulis akan menguraikan kalimat perkalimat pada surat Thaha
ayat 14 serta membandingkannya dengan surat Al-A’la ayat 14.
Pertama, pada bagian awal surat Thaha ayat 14 Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku ini Allah”.
Bila kita menganalisis firman Allah tersebut maka dapatlah kita ketahui
bahwa sesungguhnya Allah itu ingin dikenal. Firman Allah pada surat
Thaha tersebut senada dengan firman Allah pada surat Al-A’la ayat 14: “Beruntunglah orang-orang yang mensucikan hatinya”. Makna
beruntung pada ayat ini adalah bahwa keuntungan yang diperoleh oleh
orang-orang yang mensucikan hatinya adalah dapat mengenal Allah. Bahkan
bila kita analisis lebih jauh selain memiliki persamaan makna, kedua
ayat tersebut juga memiliki kaitan di mana ayat yang satu berfungsi
sebagai penjelas bagi yang lain. Pada surah Thaha Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku ini Allah”. Ayat tersebut mengintruksikan kepada manusia kewajiban untuk mengenal Allah. Pada surah al-A’la ayat 14 Allah berfirman: “Beruntunglah orang-orang yang mensucikan hatinya”. Pada
ayat ini Allah memuji orang-orang yang mensucikan hatinya, sebab hanya
orang-orang yang mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah dan
merekalah yang dinyatakan Allah sebagai orang-orang yang beruntung. Dari
uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa firman Allah pada surat
Thaha ayat 14 keduanya mengindikasikan bahwa kewajiban pertama bagi
manusia adalah terlebih dahulu mensucikan hatinya agar ia dapat mengenal
Tuhannya.
Kedua, pada bagian tengah surat Thaha Allah berfirman: “Tiada Tuhan selain Aku”. Bila
kita analisis firman Allah di atas, maka dapat kita ketahui bahwa
maksud yang terkandung di dalamnya adalah perintah untuk mengingat-Nya,
sebab kalimat “Tiada Tuhan selain Allah”, bermakna tidak ada yang boleh diingat selain Allah. Firman Allah pada surat al-A’la ayat 15: “Dan mengingat Tuhannya”. Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa kewajiban yang kedua bagi manusia adalah mengingat Tuhannya.
Ketiga, pada bagian akhir surat Thaha Allah berfirman: “Sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. Bila
kita analisis pada ayat di atas bahwa printah sembah datang setelah
terlebih dahulu Allah memerintahkan untuk mengenal dan mengingatnya.
Perintah sembah tersebut diwujudkan dengan mendirikan shalat yang
tujuannya adalah untuk mengingat-Nya. Firman Allah tersebut senada
dengan firman Allah pada surat al-A’la ayat 15: “Maka dirikanlah shlalat”. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kedua ayat tersebut sama-sama mengindikasikan bahwa shalat merupakan kewajiban ketiga.
Dari penjelasan di atas dapatlah kita ketahui mengapa para sufi menaruh perhatian besar terhadap hati (qalb)
dan menempatkan shalat sebagai kewajiban ketiga. Karena sesungguhnya
perintah shalat itu diterima setelah terlebih dahulu Jibril mensucikan
hati Nabi Muhammad sebelum ia menghadap Allah. Sebab Allah itu tidak
dapat dilihat oleh mata kepala Nabi Muhammad tetapi hanya dapat dilihat
oleh mata hati Nabi Muhammad. Oleh sebab itu sebelum Nabi Muhammad
berjumpa dengan Allah, terlebih dahulu Jibril mensucikan hatinya, agar
nur yang ada di dalam mata hatinya itu dapat memancar, sebab dengan nur
itulah Nabi Muhammad dapat menyaksikan Allah. Itulah sebabnya di dalam
surah al-Isra’ ayat 1 Allah menggunakan kalimat Maha Suci, sebab Allah
itu Maha Suci dan hanya dapat dilihat oleh hamba-hamba-Nya apabila
mereka telah mensucikan hati mereka.
Adapun makna Jibril mensucikan hati Nabi Muhammad menurut Syekh Muda
Ahmad Arifin pada hakikatnya adalah sesungguhnya Malaikat Jibril
menyampaikan pengenalan kepada Allah dalam istilah ilmu tarekat lazim
disebut dengan bai’at. Praktik bai’at yang diterima oleh
Nabi dari gurunya Malaikat Jibril diteruskan kepada Ali ibn Abi Thalib
dan praktik seperti ini terus berlanjut dari guru ke murid dalam
rangkaian silsilah hingga saat ini. Praktik bai’at yang diterapkan di kalangan ahli tarekat sesungguhnya mengacu pada pola yang dilaksanakan oleh Nabi. Jadi berdasarkan tradisi bai’at inilah muncul istilah bahwa “Barangsiapa yang tidak mempunyai syekh maka gurunya adalah setan” sebab
Nabi sendiri tidak dapat mengenal Allah tanpa berguru kepada Malaikat
Jibril, apalagi kita sebagai manusia biasa yang hina dan dhaif
yang tidak mempunyai kedudukan apa-apa di sisi Allah maka mustahil dapat
mengenal Allah tanpa guru. Oleh sebab itu Nabi bersabda:
اَلْعِلْمُ عِلْمَانِ فَعِلْمُ بَطِنِ فِى قَلْبِى فَذَالِكَ هُوَ نَفِعِى
“ilmu itu ada dua macam, adapun ilmu batin yang di dalam hati itu jauh lebih bermanfaat”.
Dari penjelasan Hadis di atas dapatlah kita ketahui bahwa tidak hanya
para sufi yang menaruh perhatian besar terhadap hati, bahkan Nabi
sendiri lewat Hadisnya secara tegas menyatakan keutamaan ilmu hatilah
manusia dapat mengenal Allah.
Menurut Syekh Ahmad Arifin kekeliruan umat Islam saat ini adalah tidak
mau mempelajari ilmu hati dan lebih mengutamakan ilmu syari’at. Oleh
sebab itu menurutnya mayoritas umat Islam saat ini tidak mengenal yang
mereka sembah dan sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata
sebagaimana firman Allah:
فَوَيْلٌ لِلْقَسِيَةِ قُلُوْبُهُمْ مِنْ ذِكْرِاللهِ أُلَئِكَ فِى ضَلَلٍ مُّبِيْنٍ
“Maka celakalah bagi orang yang hatinya tidak dapat mengingat Allah, mereka itu dalam kesesatan yang nyata”. (Q.S. 39 az-Zumar: 22)
Demikianlah celaan Allah terhadap orang-orang yang tidak dapat
mengingat-Nya, yang kesemuanya itu disebabkan karena mereka tidak
mempelajari soal hati. Namun kebanyakan umat Islam saat ini tidak tahu
kalau mereka itu tidak tahu. Mereka menganggap bahwa amal ibadah mereka
dapat diterima oleh Allah SWT, karena merasa bahwa tauhid mereka telah
sempurna, padahal sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.
Sesungguhnya orang-orang yang bertauhid si sisi Allah adalah
orang-orang yang telah mempelajari ilmu hati. Sebab hanya dengan
mempelajari ilmu hatilah kita baru dapat mengenal Allah. Jadi
sesungguhnya orang-orang yang tidak mempelajari ilmu hati adalah
orang-orang yang bertauhid di sisi manusia tetapi sesungguhnya kafir di
sisi Allah, sebab tauhid mereka hanya di lidah, namun hatinya tidak
pernah menyaksikan Allah. Mereka menganggap bahwa dengan mengucap dua
kalimah syahadat dan percaya dalam hati berarti telah Islam dan beriman
di sisi Allah. Padahal keislaman dan keimanan mereka itu barulah sebatas
percaya kepada Allah. Oleh sebab itu orang-orang yang mengabaikan atau
tidak mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat) sesungguhnya adalah
orang-orang yang mengabaikan tauhid.
Dari uraian di atas dapatlah kita ketahui betapa pentingnya mempelajari
ilmu hati (ilmu tarekat). Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu tauhid yang
sesungguhnya adalah dengan mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat).
0 komentar:
Posting Komentar