Tingkatan Dien
Kitab Tauhid 1
oleh: Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al fauzan
A. Definisi Tingkatan Dien
Dien adalah keta'atan. Dien juga disebut millah, dilihat dari segi keta'atan dan kepatuhan kepada syari'at.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam." (Ali Imran: 19)
Sedangkan tingkatan dien itu adalah:
1. Islam
Menurut
bahasa, Islam berarti masuk dalam kedamaian. Sedangkan menurut syara’
Islam berarti pasrah kepada Allah, bertauhid dan tunduk kepadaNya, ta'at
dan membebaskan diri dari syirik dan para pengikutnya.
2. Iman
Menurut
bahasa, iman berarti membenarkan disertai percaya dan amanah. Sedangkan
menurut syara', berarti pernyataan dengan lisan, keyakinan dalam hati
dan perbuatan dengan anggota badan.
3. Ihsan
Menurut bahasa, ihsan berarti berbuat kebaikan, yakni segala sesuatu yang menyenangkan dan terpuji.
Dan kata-kata ihsan mempunyai dua sisi:
Pertama, Memberikan kebaikan kepada orang lain.
Kedua, Memperbaiki perbuatannya dengan menyempurnakan dan membaikkannya.
Sedangkan
ihsan menurut syara' adalah sebagaimana yang di-jelaskan oleh baginda
Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam dalam sabdanya: "Engkau menyembah
Allah seolah-olah engkau melihatNya. Jika engkau tidak bisa melihatNya
maka sesungguhnya Dia melihatmu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Umar)
Syaikh Ibnu Taimiyah
berkata: "Ihsan itu mengandung kesempurnaan ikhlas kepada Allah dan
perbuatan baik yang dicintai oleh Allah. Allah Subhannahu wa Ta'ala
berfirman: "(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri
kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi
Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati." (Al-Baqarah: 112)
Agama Islam mencakup ketiga istilah ini, yaitu: Islam, iman dan ihsan. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits Jibril ketika
datang kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam di hadapan para
sahabatnya dan bertanya tentang Islam, kemudian tentang iman dan ihsan.
Lalu Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menjelaskan setiap dari
pertanyaan tersebut. Kemudian beliau bersabda: "Inilah Jibril datang
kepada kalian untuk mengajarkan dien kalian." Jadi Rasulullah menjadikan
dien itu adalah Islam, iman dan ihsan. Maka jelaslah agama kita ini
mencakup ketiga-tiganya. Dengan demikian Islam mempunyai tiga tingkatan:
Pertama ada- lah Islam, kedua iman dan ketiga adalah ihsan.* (Lihat
Majmu' Fatawa, 8/10 dan 622 )
B. Keumuman dan Kekhususan dari Ketiga Tingkatan Tersebut
Islam
dan iman apabila disebut salah satunya secara terpisah maka yang lain
termasuk di dalamnya. Tidak ada perbedaan antara keduanya ketika itu.
Tetapi jika disebut keduanya secara bersamaan, maka masing-masing
mempunyai pengertian sendiri-sendiri, sebagaimana yang ada dalam hadits
Jibril.
Di
mana Islam ditafsiri dengan amalan-amalan lahiriah atau amalan-amalan
badan seperti shalat dan zakat. Sedangkan iman ditafsiri dengan
amalan-amalan hati atau amalan-amalan batin seperti membenarkan dengan
lisan, percaya dan ma'rifat kepada Allah, malaikatNya, kitab-kitabNya,
para rasulNya dan seterusnya.
Adapun keumuman dan kekhususan antara ketiganya ini telah dijelaskan oleh Syaikh Ibnu Taimiyah
sebagai berikut: "Ihsan itu lebih umum dari sisi dirinya sendiri dan
lebih khusus dari segi orang-orangnya daripada iman. Iman itu lebih umum
dari segi dirinya sendiri dan lebih khusus dari segi orang-orangnya
daripada Islam. Ihsan mencakup iman, dan iman mencakup Islam. Para
muhsinin lebih khusus daripada mukminin, dan para mukmin lebih khusus
dari para muslimin." (Lihat Majmu' Fatawa, 7/10 )
Oleh
karena itu para ulama muhaqqiq mengatakan, "Setiap mukmin adalah
muslim, karena sesungguhnya siapa yang telah mewujudkan iman dan ia
tertancap di dalam sanubarinya maka dia pasti melaksanakan amalan-amalan
Islam sebagaimana yang telah disabda-kan baginda Rasul Shallallaahu
alaihi wa Salam :
"Ingatalah sesungguhnya di dalam jasad itu terdapat
segumpal darah, jika ia baik maka menjadi baiklah jasad itu semuanya,
dan jika ia rusak maka rusaklah jasad itu semuanya. Ingatlah, dia itu
adalah hati." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan
tidak setiap muslim itu mukmin, karena bisa jadi imannya sangat lemah,
sehingga tidak bisa mewujudkan iman dengan bentuk yang sempurna, tetapi
ia tetap menjalankan amalan-amalan Islam, maka menjadilah ia seorang
muslim, bukan mukmin yang sempurna imannya. Sebagaimana firman Allah
Subhannahu wa Ta'ala : "Orang-orang Arab Badwi itu berkata: 'Kami telah
beriman'. Katakanlah (kepada mereka): 'Kamu belum beriman, tetapi
kata-kanlah: 'Kami telah tunduk', ..." (Al-Hujurat: 14)
Mereka
bukanlah orang munafik secara keseluruhan, demikian menurut yang paling
benar dari dua penafsiran yang ada, yakni perkataan Ibnu Abbas dan
lainnya, tetapi iman mereka lemah. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah
Subhannahu wa Ta'ala : "... dan jika kamu ta'at kepada Allah dan
RasulNya, Dia tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu; .." (Al-Hujurat: 14)
Maksudnya
tidaklah pahala mereka dikurangi berdasarkan iman yang ada pada diri
mereka yang cukup sebagai syarat untuk diterimanya amalam mereka dan
diberi balasan pahala. Seandainya mereka tidak memiliki iman, tentu
mereka tidak akan diberi pahala apa-apa.*(Syarah Arba'in, Ibnu Rajab,
hal. 25-26.)
Maka
jelaslah bahwa dien itu bertingkat, dan sebagian tingkatan-nya lebih
tinggi dari yang lain. Pertama adalah Islam, kemudian naik lagi menjadi
iman, dan yang paling tinggi adalah ihsan.
0 komentar:
Posting Komentar