Hukum Meminta Bantuan Kepada Orang-Orang Kafir
Kitab Tauhid 1
oleh: Dr.Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al fauzan
A. Dalam bidang bisnis atau pekerjaan
Allah
Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di
luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan)
kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah
nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disem-bunyikan oleh hati
mereka lebih besar lagi." (Ali Imran: 118)
Imam Baghawi dalam
tafsirnya menjelaskan, "Janganlah engkau menjadikan orang-orang non
muslim sebagai wali, orang kepercayaan atau orang-orang pilihan, karena
mereka tidak segan-segan melakukan apa-apa yang membahayakanmu."
Syaikh Ibnu Taimiyah
mengatakan, "Para peneliti telah mengetahui bahwa orang-orang ahli
dzimmah dari Yahudi dan Nashrani mengirim berita kepada saudara-saudara
seagamanya tentang rahasia-rahasia orang Islam. Di antara bait-bait yang
terkenal adalah: "Setiap permusuhan dapat diharapkan kasih sayangnya,
kecuali permusuhan orang yang memusuhi karena agama."
Karena
itulah mereka dilarang memegang jabatan yang membawahi orang-orang
Islam dalam bidang pekerjaan, bahkan mempekerjakan orang Islam yang
kemampuannya masih di bawah orang kafir itu lebih baik dan lebih
bermanfaat bagi umat Islam dalam agama dan dunia mereka. Sedikit tapi dari yang halal diberkati Allah, sedangkan banyak tapi dari yang haram dimurkai Allah."
Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan:
1.
Tidak boleh mengangkat orang kafir untuk kedudukan yang membawahi
orang-orang Islam, atau yang memungkinkan dia mengetahui rahasia-rahasia
umat Islam; misalnya para menteri atau para penasihat, atau juga diangkat menjadi pegawai pemerintahan di daerah negara Islam.
Karena
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "... janganlah kamu ambil menjadi
teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka
tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu." (Ali Imran: 118)
2.
Diperbolehkan mengupah orang-orang kafir untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan sampingan yang tidak menimbulkan suatu bahaya dalam
politik negara Islam, umpamanya menjadi guide (penunjuk jalan),
pemborong konstruksi bangunan, proyek perbaikan jalan, dan sejenisnya
dengan syarat tidak ada orang Islam yang mampu untuk itu.
Karena
baginda Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam dan Abu Bakar Radhiallaahu
anhu pernah mengupah seorang laki-laki musyrik dari Bani Ad-Diil sebagai
penunjuk jalan ketika berhijrah ke Madinah. (HR. Al-Bukhari)
B. Dalam urusan perang
Dalam
masalah ini terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama. Dan yang
benar adalah diperbolehkan, apabila diperlukan dalam keadaan darurat,
juga bila orang yang dimintai pertolongan dari mereka itu dapat
dipercaya dalam masalah jihad.
Ibnul Qayyim berkata
tentang manfaat perjanjian Hudaibiyah: "Di antaranya, bahwa meminta
bantuan kepada orang musyrik yang dapat dipercaya dalam hal jihad adalah
diperbolehkan ketika benar-benar diperlukan, dan pada orang (musyrik)
itu juga terdapat maslahah yaitu dia dekat dan mudah untuk bercampur
dengan musuh dan dapat mengambil kabar dan rahasia mereka.
Juga
diperbolehkan ketika dalam keadaan darurat, Imam Zuhry meriwayatkan,
bahwasanya Rasulullah SAW meminta pertolongan kepada orang-orang Yahudi
dalam perang Khaibar (tahun 7 H), dan Sofwan bin Umaiyah ikut serta
dalam perang Hunain padahal ia pada saat itu musyrik.
Termasuk
darurat misalnya jumlah orang-orang kafir lebih banyak dan sangat
ditakutkan, dengan syarat dia berpandangan baik terhadap kaum muslimin.
Adapun jika tidak diperlukan maka tidak diperbolehkan meminta bantuan
kepada mereka, karena orang kafir itu sangatlah dimungkinkan berkhianat
dan bisa jadi menjadi senjata makan tuan, oleh karena buruknya hati
mereka.
Tapi yang tampak dari ucapan Syaikh Ibnu Taimiyah adalah boleh meminta pertolongan kepada mereka secara mutlak.
0 komentar:
Posting Komentar