Tarian Sufi (Sema) / Whirling Dance
Sejarah Tarian Sufi
Tarian sufi, yang dikenal juga sebagai “the darvishes’ whirling”
merupakan salah satu jalan di antara banyak jalan untuk menumbuhkan rasa
kasih. Tarian ini dipopulerkan oleh kelompok Mevlevi Order yang
dipimpin oleh Sang Maestro, Jalaluddin Rumi (1207-1273) ratusan tahun
yang lalu.
Sebagai sebuah pesta, SUFI MEHFIL adalah perayaan
ketika seorang “pencari” bertemu “Kekasih-Kasih itu sendiri” yang
ternyata berada di dalam diri. Yang menarik, inilah untuk pertama
kalinya, Anand Ashram menggelar tarian sufi ini untuk khalayak umum.
Biasanya, tarian ini hanya dilakukan dalam lingkungan terbatas, sebagai
latihan spiritual untuk hidup secara meditatif. Menurut seorang pelaku
meditasi dari Anand Ashram, meditasi memang bukan sekedar duduk diam
selama berjam-jam. “Meditasi adalah sikap hidup, yang harus mewarnai
setiap pikiran, perkataan dan tindakan kita. Hidup penuh kasih adalah
hidup yang meditatif.” Ketika seseorang merasakan cinta yang
meluap-luap, tak bisa lain, ia akan merayakan cintanya itu. Ia akan
berpesta. Dan sungguh, itu bukan sebuah pesta biasa. Itulah pesta para
sufi. Itulah meditasi!
Membangkitkan kembali peradaban suatu
Bangsa PESTA PARA SUFI, sengaja dipersembahkan bagi masyarakat luas
karena keprihatinan yang mendalam terhadap masih besarnya ancaman
perpecahan masyarakat akibat pengkotak-kotakkan berdasarkan suku, etnis
maupun agama, hingga saat ini – yang disebabkan karena merosotnya
kesadaran akan kehalusan jiwa atau “Rasa” dalam diri manusia. Sufi
Mehfil, sebenarnya, hanyalah salah satu bentuk seni bernafaskan
spiritualitas dari sekian banyak bentuk lain – yang banyak berkembang di
bumi Nusantara sejak dahulu kala – yang bertujuan: membangkitkan
“Rasa”, ataupun “Kasih” dalam diri.” Kebangkitan “Rasa”, semestinya
menjadi fungsi sekaligus tujuan seni dan budaya dalam membangkitkan
kembali peradaban suatu bangsa. Kendati berasal dari tradisi Turki,
Tarian Sufi, menyampaikan pesan universal yang sangat penting bagi
terciptanya landasan sejati persatuan dan kesatuan Indonesia. Tarian
ini, serta nyanyian dari tradisi lain yang juga akan ditampilkan,
diharapkan menjadi inspirasi bagi terjadinya kerekatan beragam budaya
yang “hidup” di Indonesia saat ini – baik yang datang dari tradisi
“lokal” maupun dari “luar”. Persatuan dan kesatuan di Bumi Pertiwi,
memang tak seharusnya terperangkap dalam pandangan nasionalisme sempit.
Sebagaimana Ibu Pertiwi selama ini memperlakukan mereka yang lahir,
datang maupun berkembang di pangkuannya, tanpa pilih kasih. Pengalaman
kebersamaan inilah yang dipersembahkan melalui Sufi Mehfil, yang
dibawakan oleh mereka yang datang dari beragam suku, etnis dan agama.
Pencetus Tarian Sufi
Pria yang lahir pada 30 September 1273 di Balkh-Afghanistan dan wafat
pada 17 Desember 1273 di Konya-Turki ini meninggalkan warisan pemikiran
spiritual yang banyak menginspirasi umat Islam. Tari Sufi (Sema) adalah
salah satu inspirasi yang ditinggalkan Rumi yang merupakan paduan warna
dari tradisi, sejarah, kepercayaan, dan budaya Turki.
Rumi,
menurut Profesor Zaki Saritoprak, pakar dan pemerhati pemikiran
Jalaluddin Rumi dari Monash University, Australia,berpandangan bahwa
kondisi dasar semua yang ada di dunia ini adalah berputar. Tidak ada
satu benda dan makhluk yang tidak berputar. “Keadaan ini dikarenakan
perputaran elektron, proton, dan neutron dalam atom yang merupakan
partikel terkecil penyusun semua benda atau makhluk, jelasnya.
Dalam
pemikiran Rumi, lanjut Saritoprak, perputaran partikel tersebut sama
halnya dengan perputaran jalan hidup manusia dan perputaran bumi.
“Manusia mengalami perputaran, dari tidak ada, ada, kemudian kembali ke
tiada,” ujar Saritoprak.
Manusia yang memiliki akal dan
kecerdasan membuatnya berbeda dan lebih utama dari ciptaan Allah yang
lain. Tarian Sema yang didominasi gerakan berputar-putar, kata
Saritoprak, mengajak akal untuk menyatu dengan perputaran keseluruhan
ciptaan
Prosesi Sema menggambarkan perjalanan spiritual manusia
dengan menggunakan akal dan cinta dalam menggapai ‘kesempurnaan',jelas
Saritoprak. Itu sebabnya, gerak berputar menjadi ciri Tari Sufi yang
dikembangkan Rumi.
Untuk turut melestarikan dan menyebarkan
pemikiran Rumi, baru-baru ini Lembaga Pendidikan Pribadi Depok (Jawa
Barat) yang merupakan sekolah kerja sama antara Indonesia dan pemerintah
Turki, menggelar pementasan Tari Sufi (Sema) Rumi di Auditorium
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Acara yang
terselenggara atas kerja sama dengan Pasiad Indonesia dan sekolah
Kharisma Bangsa ini menghadirkan para penari sufi (darwis) asli dari
Turki. Menurut Humas Sekolah Pribadi, Bibit Wiyana, kegiatan tersebut
merupakan bagian dari peringatan delapan abad filosof Islam asal Turki,
Maulana Jalaluddin Rumi, sebagai orang yang memperkenalkan tarian Sema.
Selain itu, kita juga ingin memperkenalkan kebudayaan Turki di kalangan
masyarakat Indonesia, ujar Bibit di sela acara pementasan Tari Sufi.
Dia
melanjutkan, kebudayaan Turki memiliki sejumlah kesamaan dengan
kebudayaan Indonesia, terutama dalam aspek nilai-nilai kedamaian yang
universal serta mistisisme Islam.
Rektor UIN Komaruddin Hidayat
yang berbicara dalam acara itu bersama Saritoprak menambahkan, hal yang
lebih penting dari simbolisasi Tari Sema adalah nilai-nilai cinta dan
kedamaian yang diajarkan Rumi melalui tariannya. “Kesempurnaan manusia
dalam pemikiran Rumi bisa digapai dengan meraih kebenaran yang didukung
dengan menumbuhkan cinta dan mengesampingkan ego dalam perjalanan
spiritual seseorang,jelasnya.
Manusia yang telah mencapai
kematangan tersebut, lanjut Komaruddin, siap untuk melayani seluruh
ciptaan, seluruh makhluk, tanpa membedakan kepercayaan, ras, derajat,
dan asal bangsa. Pesan cinta dan kedamaian inilah yang sesungguhnya
ingin disebarkan Rumi melalui simbolisasi Tarian Semanya, imbuh
Komaruddin
Menurut dia, wajah cinta dan kedamaian yang diajarkan
Rumi sebenarnya merupakan perwujudan nyata atas nilai-nilai Islam yang
diajarkan Rasulullah SAW. Jadi tidak benar kalau ada yang beranggapan
kalau wajah Islam adalah wajah teroris yang penuh dengan kekerasan.
Islam itu sangat dekat dengan kedamaian dan cinta, seperti yang
ditunjukkan Rumi melalui Tarian Semanya, ujar Komaruddin./ade ( ade ).
0 komentar:
Posting Komentar